KEPILUAN HATI SEORANG PEREMPUAN
Dia seperti kehilangan semangat hidup. Dia juga merasa menjadi mahluk yang paling lemah .Dia benar-benar tersiksa dengan perasaannya sendiri. Tidak seperti biasa, malam itu semua keluarga berkumpul melepas lelah setelah seharian penuh beraktifitas dengan tugas masing- masing lebih- lebih Ayah, Ayah merupakan tulang punggung dalam keluarga mulai dari A-Z hanya Ayah yang bertanggung jawab setelah hampir satu tahun Ibu pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Profesi Ayah sebagai seorang kusir cidomo tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga termasuk untuk membiayai kedua adikku yang masih duduk di bangku SD dan kelas 3 SMP yang sebentarlagi akan menghadapi ujian nasional dan yang terakhir baru berumur satu tahun.
Di ruang tengah Ayah beserta keluarga yang lain asik nonton tv dari dalam kamar terdengar suara ketawa begitu keras seperti memecah keheningan malam.
Namun lain halnya dengan apa yang mendera Bunga di dalam kamar, Bunga dicekam rasa takut yang sungguh luar biasa dan merasa hidupnya sudah berada diujung tanduk setelah menerima panggilan dan membaca SMS. malam ini juga, bunga harus ikut dengan kami sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati Satu tahun yang lalu. Belum selesai Bunga membaca sms, diluar terdengar seorang lelaki melepas salam sontak Bunga langsung bangun dari tempat tidurnya pikirannya menggelayut tak terarah perasaannya semakin dihantui rasa takut.
Di luar ayah sudah membukakan pintu,dengan sifat ramah dua pemuda di persilah kan masuk. Sejenak ayah memanggil ,medengar suara ayah memanggil, seratus pertanyaan lagi-lagi menggelayuti pikiranku.
“Siapa”?
“Apakah itu orang-orang itu yang datang menagih janji kepada ku”?
“ Tidak”
“ Itu pasti bukan mereka”
“”Tapi, seandainya itu benar-benar mereka, apa yang mesti kukatakan”.
“Aaaaahhhhh” Itu tidak mungkin.
“ Kamu jangan takut Bunga lagipula janji yang kamu iyakan itu satu tahun yang lalu.
Didalam kamar Bunga berbicara dengan kebingunga. Tidak lama kemudian pintu di ketuk kembali seraya ayah memanggil.
“Bunga cepatan!” cetus ayah. Mendengar ayah terus memanggil, Bungga pun keluar dari kamar dengan hati berdebar-debar. Baru dua langkah untaian kaki memasuki ruang tamu, sontak ekspresi raut wajah Bunga langsung berubah dia merasa di sambar petir di siang bolong. Dia merasa jantungnya berhenti berdetak, setelah mengetahui Agus sudah duduk bersila di ruang tamu. Di tengah kegalauan batin nya bunga mencoba untuk bersikap tenang dan santai, sejenak ruang tamu hening, tak satupun yang mengawali pembicaraan, lebih-lebih Bunga, Bunga hanya bisa menundukkan kepala .
Niat untuk mengutarakan maksud kedatangannya sempat buyar karena tidak kuasa melihat ketidakberdayaan, tapi itu sifatnya hanya sesaat karena apapun yang terjadi, Agus harus menyampaikan amanat Tuan Guru. Perlahan Agus angkat bicara “kami datang kemari hanya untuk menagih janji yang sudah kamu sepakati satu tahun yang lalu”. Mendengar Agus berucap Bunga langsung berteriak histeris, sontak semua keluarga terkejut dengan cepat Ayah menghampiri Bunga. Apa yang terjadi? Ketika di tanya Bunga hanya diam sementara Agus yang sudah mengutarakan maksud kedatangannya lansung pamit untuk pulang. Setelah Agus berlalu dari pandangan Ayah memperjelas apa sebenarnya yang terjadi. Bukannya menjawab, Bunga malah menangis sejadi jadinya, kepiluan hati seakan membuat dia tidak ada gairah berpijak di muka bumi, Bunga merasa kebingungan dan tidak tahu harus memulai cerita dari mana .
Hari jum'at merupakan hari dimana semua umat Islam, berbondong-bondong menunaikan shalat jum’at, kecuali Ayah Bunga yang kelihatan tidak nampak. Sayup-sayup terdengar suara Tuan Turu sedang membaca khotbah, semua jemaah yang hadir disana begitu khidmat mendengarkan ceramah Tuan Guru. Lain cerita lain pula dengan Bunga.
Bunga seperti seekor kelinci yang masuk dalam perangkap serigala sekuat dan selincah apapun Bunga memberontak, mustahil baginya bisa lolos. Orang-orang yang semestinya menjaga dan menolong hanya bisa diam dan tidak bisa berbuat apa-apa hanya saja sesekali terdengar teriakkan histeris memohon supaya dilepaskan, akan tetapi sia-sia saja karena semua itu tidak di hiraukan oleh kedua pemuda berbadan tinggi kurus tidak lain adalah Agus.
Selama ini Agus di kenal sebagai kaki tangan Tuan Guru sekaligus menjadi sopir pribadi apapun masalah yang dihadapi Tuan Guru, Agus selalu ada di tengah-tengahnya “Bunga! apapun yang akan terjadi kamu harus tetap ikut dengan kami”! Tukas Agus dengan tegas.. Mendengar jawaban semacam itu, air mata Bunga seketika keluar bercucuran dari pelupuk matanya. “Anakku sebenarnya apa yang terjad”? Ceritakan duduk persoalan yang sebenarnya, jangan cuma diam dan buat Ayah bingung. Belum sempat Bunga berbicara, Agus langsung angkat bicara dan mempertegas maksud kedatanggannya. Mendengar penjelasan Agus sang Ayah sempat ternganga dan tidak percaya dengan omongan Agus. Bunga sendiri masih tetap berdiri kaku bagaikan sebongkah batu karang yang hanya bisa diam dan berderai air mata meratapi nasibnya yang begitu malang. “ Oh...tuhan” Kuatkan hati hambamu dalam menghadapi cobaan ini, jangan engkau biarkan aku sampai terhanyut dalam keputusasaan yang belum sanggup kuhadapi gumam Bunga dalam hati, sejenak Bunga terdiam namun perlahan Bunga menganggukkan kepala. “Ayah, apa yang dikatakan mereka memang benar”. Dulu saat Bunga masih duduk di bangku Kelas 2 SMA beliau sering datang kesekolah sesekali beliau masuk di kelas Bunga untuk mengajar padahal beliau bukan guru tetap melainkan pendidri yayasan tempat Bunga sekolah .Singkat cerita ternyata diam-dian beliau suka sama Bunga namun Bunga tidak merespon karena Bunga tau diri. Bunga tidak mau dibilang perusak rumah tangga orang lain Dulu Bunga mengiyakan kemauan beliau untuk mempersuntik Bunga jadi istrinya supaya Bunga tidak di hubungi lagi baik lewat telpon maupun datang kesekolah karena Bunga tidak mau di ganggu, tapi itu satu tahun yang lalu dimana Bunga belum mengerti apa-apa dan menganggap semua itu hanya main-main tapi semua itu tidak seperti yang Bunga bayangkan gara-gara janji dan kata-kata Wallohi, Tallohi, Billahi itulah yang ku ucap yang kini menjadi senjata ampuh untuk melumpuhkan ku seperti sekarang ini. Aku menyesal dan heran kenapa kalimat seperti itu kebanyakan orang mengatakan kalimat yang sungguh sakral.
“Tuhan,,,apa itu benar adanya”? Seketika itu juga sekujur tubuh Ayahnya langsung lemas dan tidak berbicara sepatah kata pun lebih-lebih ibu tiri, sedikitpun tidak mau tahu tentang aku. Semenjak ibu meninggal Ayah kawin lagi dengan janda beranak dua alih-alih mendapatkan perhatian untuk jalinan komunikasi saja jarang. Di samping memang sikap ibu tiriku yang terkesa dingin semakin membuatku tidak nyaman berada di sampingnya apa lagi mau mengharapkan kasih sayang mungkin hanyalah sebatas mimpi. Namanya juga Ibu tiri tetap saja Ibu tiri yang tidak akan pernah sama memberikan kasih sayang layaknya Ibu kandung. Dari dalam masjid terdengar suara iqomat mulai dikumandangkan marbot, yang menandakan shalat jum'at segera dimulai, Agus sendiri ngotot ingin cepat membawa Bunga segera pergi sebelum orang selesai shalat jum'at. Sungguh berat Bunga untuk mengiyakan kemauan mereka namun apa mau di kata ibarat nasi sudah menjadi bubur. Janji yang terucap lewat Hp satu tahun yang lalu di hadapan Tuan Guru bagaikan wahyu dari Tuhan yang tidak mungkin terbantahkan oleh siapa pun termasuk wanita lemah sepeti diriku. Sungguh besar pengaruh tuan guru, apa yang difatwakan selalu di benarkan seakan-akan Tuan Guru di pertuhankan.
Hari itu juga aku lansung diboyong pergi menggunakan mobil kijang warna putih milik Tuan Guru dari rumah kedua orang tuaku. Di tengah gejolak jiwa yang sedang terombang ambing laju kendaraan terus meluncur deras membawaku entah kemana. Di dalam mobil kami hanya bertiga disamping kiri Aziz duduk sambil tersenyum penuh kemenangan dan sesekali jari-jemari tak henti memencet tombol Hp sedangkan disamping kanan Agus tampak fokus memandang kedepan mengendarai mobil kijang dengan kecepatan tinggi tanpa terasa aku sudah berada di Lombok Barat seiring dengan buyarnya lamunan kedatanganku sudah sudah ditunggu jamaah Tuan Guru sekilas dari raut wajah nampak terlihat kegembiraan. Sungguh malang nasibku mereka tega tersenyum di atas penderitaanku. Di luar orang satu persatu sudah mulai berdatangan entah tujunnya untuk apa aku tidak tau pasti. Selang beberapa jam terlihat mobil memasuki halaman rumah yang dikerumuni banyak orang. Waktu itu aku sempat bingung, orang-orang yang berada di halaman berhamburan mendekati mobil hendak membukakan pintu seperti pejabat kebanyakan yang disambut dengan penuh antusias ketika ku amati ternyata sosok seorang yang sangat disegami keluar dengan penuh wibawa tidak lain adalah Tuan Guru yang kini menjelma seperti harimau yang akan menyantap aku kapan pun dia suka.
Selang beberapa hari sebelum akad nikah di langsungkan, keluarga Tuan Guru dengan pihak keluarga Bunga sudah menyepakati maskawin 10 gram emas dan uang tunai Rp. 5 juta di kampung Bunga, mahar sebanyak itu sudah terbilang besar. Jangankan Rp.5 juta untuk mendapatkan uang Rp.10.000 saja warga Desa setempat harus mebanting tulang bergulat dengan lumpur tapi bagi Tuan Guru itu tidak seberapa dan tidak banyak mengalami kesulitan untuk bisa mempersunting daun muda yang di anggap masih segar untuk diperistri tanpa terkecuali anak pondok yang memang secara khusus di tempatkan di asrama pilihan. Katanya sih mereka itu di tempatkan disana karena dianggap (pacu, saleh, dait alim) untuk di plihara sebagai calon ummi pilihan sang tokon suci (Tuan Guru).
“Cinta memang buta’
“Cinta tak kenal status dan usia”
“Bila sudah suka apa pun cara pasti di lakukan”.
Namun sayang kadangkala cinta itu ternoda mana kala cara yang di tempuh justru menimbulkan kebencian, amarah, dendam dan merampas kebahagian orang lain demi ambisi dan kerakusan nafsu birahi semata. Belum sepenuhya masalah Tuan Guru terselesaikan dengan Bunga, kini timbul masalah baru yang membuat warga sekampung tambah heboh. “Gimana tidak” melihat bapaknya kawin untuk ke tiga kali sang anak pun tidak ingin ketinggalan dan tidak mau kalah saing dari sang Ayah. Dia pun nekat menculik anak tetangga sekaligus anak asuh yang sekelas dengan Bunga untuk di jadikan istri kedua. Malam itu merupakan malam dimana sosok mahluk suci Tuan Guru secara serempak mengadakan reuni akbar bersama anaknya menikmati indahnya tubuh bunga-bunga yang lagi segarnya.
Sebelum akad nikah di mulai batin Bunga berkecamuk, memberontak .
“Tuhan apa maksud dari semua ini”?
“Kenapa orang yang selam ini di anggap orang sebagai wakil Tuhan dan makhluk suci kini tega merenggut mahkota kebahgianku”.
Berbeda dengan tuan guru, malam itu dengan mengenakan kopiah putih kebesarannya begitu bersemangat dan kelihatan tidak sabaran untuk segera melangsungkan akad nikah dengan daun muda kesukaannya begitu juga dengan para jemaah dan beberapa tamu undangan yang hadir hanya bisa tersenyum lebar penuh kebahagiaan bercampur bangga menyaksikan pernikahan Tuan Guru yang ke tiga dan pertama bagi Bunga.
“Tuhan”. Aku ingin orang yang selama ini hadir mengisi kekosongan hati dengan cinta bisa di sampingku bukan orang lain yang tidak pernah aku cintai apa lagi seperti Tuan Guru.
“Apa maksud dari semua ini’? Pernikahan yang tidak di dasari dengan cinta. Sungguh aku tak berdaya di depan Tuan Guru keteguhan hatiku buyar begitu saja jiwa ini seperti di sayat sembilu perih dan sangat menyakit kan. Sunguh sulit rasanya jiwa ini kembali seperti semula dan terasa kosong. Aku terlanjur terperanggkap dengan janjiku sendiri. Aku benar-benar terluka karena secara batin aku belum siap menyandang status umi di usia 17-an.
Sepintas lalu menikah dengan Tuan Guru secara ekonomi bagi Bunga mungkin tidak akan pernah merasa kekurangan karena memang semua orang tau kalau Tuan Guru tidak ada yang miskin taburan do'anya selalu mendatangkan berkah dari para jemaah terus mengalir bagaikan air bah, dari seribu rupiah sampai milyaran rupiah. Di sisi lain menikah denga Tuan Guru secara status sosial semua keluarga akan merasa sangat terhormat dimata masyarakat.
Disatu sisi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri kalau harta kekayaan, status sosial dan apapun namanya tidak akan mampu merubah persepsi dan perasaanku. Keperibadian Tuan Guru yang selalu doyan akan daun muda dan sebagai orang yang telah menghancurkan hatiku. Lucu memang ketika selama ini orang selalu membangga-banggakan Tuan Guru sebagai orang yang terhormat, suci, alim ulama dan di percaya sebagai wakil Tuhan tidak lebih dari manuisia yang di lahirkan dari kebanyakan orang yang mempunyai kemungkinan yang sama besar dengan siapapun untuk melakukan kesalahan. Tetapi mereka tetap pada pediriannya bahwa Tuan Guru adalah orang yang lebih namun di balik kharismatik dan kesucianya secara kasat mata ternyata Tuan Guru memiliki keburukan yang selama ini di bungkus dengan gelar ketuanguruannya. Di luar Tuan Guru begitu mudah menyiarkan tentang Agama, keadilan pahala maupun kebaikan tapi di dalam lingkungan keluarga sendiri apakah Tuan Guru sudah melaksanakannya?
Deritanya tak hanya sampai disana Bunga yang terkenal polos, lugu, sabar, hemat dalam bicara namun ramah. Kini telah menjadi orang yang pasrah dengan keputusan sepihak tampa bisa menuntut keadilan yang seharusnya ia dapatkan sebagai seorang yang harus di ayomi, disayangi dan menuntut haknya sebagai seorang istri namun bukan keadilan yang didapatkan malah derita dan luka .
Bunga mendesah, perkawinan yang baru 8 bulan terasa begitu lama akhirnya berakhir bertempatan diusia ku yang memasuki 18 tahun sekaligus menyandang status janda.
Komentar
Posting Komentar